Senin, 26 Mei 2008

mengelompokkan 4 aliran filsafat yang dominan mempengaruhi inplementasi pendidikan

aliran-aliran dalam filsafat :


1.perenialism menghendaki pendidikan kembali pada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena ia merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tatanan kehidupan yang ditentukan secara rasional.

2.Essentialism menginginkan pendidikan yang bersendikan atas nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai tersebut hendaknya yang sampai kepada manusia melalui civilisasi dan telah teruji oleh waktu. Pendidikan bertugas sebagai perantara atau pembawa nilai di luar ke dalam jiwa peserta didik, sehingga ia perlu dilatih agar punya kemampuan absorbsi yang tinggi (Muhaimin, 2003: 41).

3.progresivism menghendaki sebuah pendidikan yang pada hakekatnya progresif, tujuan pendidikan seyogyanya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar siswa sebagai peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian kembali sesuai tuntutan lingkungan.

4. rekonstruksionalism menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana bebas (Imam Barnadib, 1987: 26).

TUGAS

1. JELASKAN MENGAPA Psikologi Pendidikan menjadi sangat penting untuk difahami dan diterapkan oleh Guru, saat memfasilitasi proses pembelajarannya?
Jawaban :
filsafat pendidikan memiliki peranan, memberikan arah dalam proses belajar mengajar agar tidak terjadi salah konsep pada peserta didik dan memberikan inspirasi dalam menyatakan tujuan pendidikan baik dalam keluarga, masyarakat maupun negara serta memberikan rambu-rambu dalam proses belajar mengajar.


2. Berikan informasi lebih lengkap tentang proses Psikologi yang berpengaruh pada proses belajar, seperti "motivasi", "perasaan", "ingatan", "fantasi", "perhatian", "pengamatan","tanggapan" . JELASKAN PENGERTIANNYA MASING-MASING!
Jawaban :
Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. (Stoner& Freeman, 1995:134)
Perasaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan rasa yang dirasakan oleh manusia. Dalam proses belajar mengajar, seorang guru berhadapan dengan manusia (peserta didik), maka perlu adanya rasa kasih sayang agar tercipta suasana belajar yang nyaman.
ingatan merupakan proses kebolehan manusia untuk menerima maklumat, memproses dan menyimpanya dalam otak, kemudian mengeluarkannya ketika perlu.
Fantasi adalah kemampuan seseorang untuk membayangkan sesuatu yang ia dengar atau ia rasakan. Fantasi sangat diperlukan oleh guru dalam berinteraksi dengan peserta didik.
Perhatian adalah salah satu bentuk rasa kasih sayang yang dicurahkan seseorang kepada orang lain. seorang pendidik harus memberikan perhatian kepada peserta didik. Baik peserta didik yang berprestasi maupun yang kurang, serta mencari solusi agar peserta didik yang kurang dapat mengikuti pelajaran. Bila peserta didik memiliki masalah sang guru harus siap untuk menjadi pendengar yang baik dan memberikan solusi atas masalah tersebut.
Pengamatan adalah suatu tindakan mengamati suatu objek dengan seksama. pengamatan sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. sang guru mengamati setiap perkembangan yang dicapai peserta didik dan mencari cara menanganinya.
Tanggapan adalah suatu respon atas sesuatu perkataan atau kejadian. Seorang guru memberikan tanggapan atas apa-apa yang dikatakan peserta didik atau yang diperbuat peserta didik.

3. Cari informasi lengkap tentang pakar Psikologi Pendidikan di awal perkembangannya, seperti ; a. William James, b. John Dewey c. L.Thorndike.
Jawaban :
1. William James
William James dilahirkan di New York pada tanggal 11 Januari 1842 dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang gemar berdiskusi mengenai berbagai masalah, terutama yang mendorong pemikiran bebas. Ayahnya, Henry James adalah seorang pemikir orisinil. Ia telah membina putranya dengan penuh perhatian dan memberikan bekal berbagai pengetahuan. Sejak kecil, William James telah menziarahi banyak negara Eropa dengan berbagai lembaga pendidikannya, baik yang terdapat di Inggris, Swiss, Perancis, maupun yang ada di Jerman. William James telah memulai kegiatan akademiknya di Harvard dengan mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, ia mempelajari fisika, psikologi dan filsafat. Tentu saja ketika itu William James masih berada di bawah pengaruh langsung pemikir-pemikir Universitas Harvard.

Ketika studinya selesai, William James menjadi dosen di Harvard dalam bidang kedokteran, psikologi dan kemudian juga filsafat. Ia bergumul dengan persoalan-persoalan: Apakah arti menjadi manusia dan sejauh mana manusia itu merdeka? Bagaimana pikiran-pikiran itu mempengaruhi manusia?

Selain di Amerika. Willian James juga mengajar di Inggris, Oxford dan Edinburgh. Ia sekaligus seorang seniman dan pemikir tentang Tuhan. Disamping itu, James dapat disebut sebagai tokoh pertama yang mempopulerkan pragmatisme dan sekaligus menjadikannya sebagai mazhab filsafat yang hampir dapat dijadikan tumpuan dan pegangan kebanyakan orang Amerika.

Karangan-karangan James berisikan pokok-pokok pemikiran mengenai berbagai isu filosofis yang berkembang subur pada masanya. Beberapa diantaranya yang populer menyangkut arti kebenaran, prinsip-prinsip psikologi, kemauan untuk percaya, dan sebagainya.

Tak lama kemudian, psikologi telah membawa James ke alam filsafat sehingga ia beralih mempelajari banyak problematika agama dan metafisika. Maka, terbitlah karya besarnya, "Kemauan Untuk Percaya" (The Will to Believe) tahun 1897, serta "Aneka Ragam Pengalaman Keagamaan" (The Varieties of Religious Experiences) tahun 1902. Kemudian pada tahun 1907, terbitlah bukunya yang terkenal, Pragmatism. James juga telah membukukan karya ilmiahnya tentang problematika filsafat dengan judul "Arti Kebenaran" (The Meaning of the Truth) tahun 1909 dan "Dunia Plural" (Pluralistic Universe) tahun 1909.

William James menjadi dosen filsafat di Universitas Harvard selama kurang lebih 31 tahun dan meninggal dunia tahun 1910, setelah filsafat Pragmatismenya tersebar luas di Amerika dan Eropa. Buku-bukunya yang diterbitkan setelah ia meninggal adalah: Some Problems in Philoshophy (1911) dan Essays in Radical Empirism (1912).

Pengaruh William James terhadap tokoh-tokoh seperti Niels Bohr dan Bertrand Russel begitu besar, terutama pada ajarannya yang menyangkut dinamisme alam. Tidak hanya berkat tulisan-tulisannya, namun juga cara hidupnya, filsafat pragmatisme menjadi populer. Tanpa pragmatisme, melalui tokoh seperti James, dan berikutnya Pierce serta Dewey, maka seluruh kehidupan intelektual pada abad XX, khususnya di Amerika akan sukar dibayangkan.

2. John Dewey

Dalam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.
Brumbaugh, R.S. and Lawrence, N.M. (1993). Philosopher on Education: Dewey, theEducational Experience. Houghtob Mifflin Company. Boston.
(Oleh : Co-Mimbar Demokrasi )

3. Edward L. Thorndike
Edward .L.Thorndike merupakan salah satu penganut paham Aliran Empirisme atau biasa disebut dengan aliran eviromental .Menurut pandangan Thorndike adalah menekankan perana dari suatu perilaku sepretidalam “operant conditioning” atau “instrumental learning” .Hal ini dikemukakan oleh Thorndike bersama dengan rekannya Burhuss .F. Skinner (1904-….) di Amerika Serikat.
Aliran Empirisme atau biasa disebut aliran environmental karena dimana pendidik memegang peranan penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman .Pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

www.geocities.com
www.jambur.com
erlinunindra2bbiologi.blogspot.com

Kamis, 27 Maret 2008

Kreatifitas

waktu saya masih duduk di bangku smp, saya mencoba-coba untuk membuat bingkai foto dari sedotan. mula-mulanya saya hanya coba-coba namun akhirnya jadi juga sampai membentuk bingkai foto yang sangat cantik.
karena melihat hasilnya yang begitu bagus akhirnya saya berinisiatif untuk membuatnya kembali, hingga memhabiskan sedotan yang begitu banyak. setiap hari kegiatan saya, saya habiskan dengan membuat bingkai foto dari sedotan, karena menurut saya membuat bingkai fota dari sedotan sangat mengasyikkan. banyak kemudahan yang saya dapatka ketika membuat bingkai foto dari sedotan tersebut. sudah bahan-bahannya murah, gampang didapat dan proses pembuattannya juga tidak begitu rumit. bahan utamanya ialah sedotan, pertama sedotan kita buat segi empat atau seperti bingkai foto pada umumnya, sudah begitu antara sedotan yang satu dengan sedotan yang lain direkatkan atau ditempel, ditempelnya bukan menggunakan lem atau bahan perekat yang lain, tapi ditempelnya menggunakan jarum yang dipanaskan di atas api, nah ketika jarumnya masih panas sekali langsung di tusuk kesedotannya hingga membuat sedotan yang satu dengan yang lainnya menjadi menempel. itulah kreatifitas saya dalam membuat bingkai foto dari sedotan.

konflik

saya dengan orang tua terutama dengan ibu sering mempunyai banyak konflik, seperti kejadian ketika saya masih duduk di bangku SMA. pada waktu itu, saya dan adik saya bertengkar, di saat itu diantara kami tidak ada yang mau mengalah. akhirnya pertengkaran kami semakin menjadi-jadi dan beberapa saat kemudia ibu saya datang dengan kemarahannya karena kami selalu bertengkar. memang saya akui, saya dan adik saya tidak pernah akur. ibu saya pada saat itu marahnya lebih condong kepada saya. maksudnya seolah-olah pada pertengkaran itu, sayalah yang menjadi dalangnya dalam pertengkaran itu. akan tetapi, sebenarnya adik saya juga salah. saya merasa sedih sekali, mengapa ibu saya hanya membela adik saya. setelah ibu saya pergi, saya sempat merenung dan berpikir mengapa ibu saya lebih menyayangi adik saya. pada waktu itu, saya sempat berencana untuk pergi dari rumah. namun, akhirnya saya mengurungkan niat buruk itu. setelah kejadian tersebut, saya dan ibu saya tidak bertegur sapa namun selang beberapa hari setelah kejadian itu, saya baru sadar mengapa ibu saya melakukan hal yang demikian. karena saya anak pertama dan menurutnya saya tidak bisa memberikan contoh yang terbaik untuk adik-adik saya. seharusnya dalam pertengkaran itu sayalah yang mengalah. akhirnya saya menyadari kekhilapan saya. saya dan ibu saya akhirnya bertegur sapa kembali.

perkembangan remaja

PERKEMBANGAN DAN MASALAH KOGNITIF REMAJA

Apabila memasuki lingkungan umur sebelas tahun, piaget menyatakan perkembangan kognitif manusia masuk tahap yang akhir, iaitu operasi formal. Kanak-kanak yang memasuki tahap ini berupaya berfikir dengan logik serta memahami konsep-konsep yang abstrak.

Tahap kognitif ini membolehkan para remaja berfikir tentang fikiran itu sendiri, mempelajari tatabahasa yang kompleks,konsep matematik seperti algebra dan mengendalikan tugas mental dengan menggunakan konsep serta fikiran yang kompleks.

Satu lagi perubahan kognitif remaja yang agak ketara ialah pemikiran egosentrisme remaja ( adolescence egocentrism) yang disarankan oleh Elkind,(1967). Remaja sering mengubahsuaikan persepsi tentang kebenaran alam.

Mereka sering merasai yang perhatian umum sentiasa tertumpu kepada diri,tingkahlaku, perbuatan dan sifat mereka.

Elkind mengatakan bahawa para remaja sering mengada-adakan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya sedangkan ini hanyalah bayangan pesepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja.



PERKEMBANGAN EMOSI SOSIAL

Perhubungan mereka dengan ibu bapa, keluarga, kawan-kawan sebaya dan hubungan percintaan amatlah rumit kerana pada masa ini, para remaja mengalami satu proses kesedaran kendiri.

Mereka sering memikirkan tentang pandangan dan pendapat orang lain tentang dirinya sendiri dan mereka sering bertukar pendirian, pendapat, ideologi dan kawan-kawan.

Erikson menyatakan bahawa remaja mengalami konflik sosial diantara pengertian identiti diri dengan kekeliruan peranan yang ada padanya. Remaja akan bertanyakan ‘siapakah saya’, ‘apakah tujuan hidup ini’ dan ‘kemanakah arah sendiri’.

Dalam mencari identiti, remaja mempunyai keinginan untuk bebas daripada kongkongan ibu bapa, untuk berdikari dan untuk membuat apa-apa yang disukainya tetapi dalam masa yang sama memerlukan bimbingan terutamanya dari segi kewangan dan tempat tinggal.

Apa yang ketara sekali para remaja cenderung untuk berpisah dengan ibu bapa mereka kerana mengaggap kawan-kawan sebayanya adalah lebih penting. Kawan-kawanlah tempat mereka berkongsi pandangan serta bertukar-tukar fikiran serta pendapat. Disamping itu hubungan percintaan juga amat penting bagi remaja.

Segala apa yang dilakukan oleh rakan-rakan mereka adalah betul dan apa yang penting di sini ialah proses identifikasi kepada norma-norma kumpulan kerana identity kumpulan adalah identiti mereka. 0 comments